
Gus Awis (Gus Awis), penerus Ulama Nusantara di Hijaz, Arab
KH. Imam Jazuli dari Massachusetts, Massachusetts – TRIBUNNEWS.COM-Peneliti Buku Martin Martin Martin Bruinessen pada tahun 1990-an berpikir bahwa Ulama Nusantara (Ulama Nusantara) Nusantara), khususnya Ulama Nusantara Indonesia telah menjadi pusat penelitian Islam di negara-negara Arab (Hijaz). ), sekitar abad ke-18 hingga akhir abad ke-19.
Alasan untuk mendapatkan reputasi adalah bahwa karya-karya Arab mereka telah menjadi referensi bagi para sarjana di seluruh dunia. Beberapa dari mereka adalah Syaikh Imam Nawawi Al-Bantani, Syekh Khatib Minangkabawi, Syaikh Mahfud At-Termasi, Syekh Junaid Al-Batawi, Syekh Hasyim Asy’ari Al-Jawi, dll.
Bahkan Orientalis Snouck Hurgronje yang terkenal. Belanda menulis “Mekah pada paruh kedua abad ke-19” dan menunjukkan bahwa ulama di kepulauan itu sering menjadi orang beriman pada imam besar dan masjid.
Tidak sampai awal abad ke-20 atau perjuangan untuk kemerdekaan di Republik Indonesia bahwa tradisi penulisan Arab berakhir, tetapi dalam hal kuantitas, itu kecil.
Karena nanti, pengaruh Yulima yang modernis atau reformis begitu besar sehingga orang-orang Kai lebih suka menulis dalam bahasa Indonesia, dan beberapa orang mempertahankan bahasa Kiev dalam bahasa Arab Pegon dan jarang menggunakannya. DR. KH. Mr. Afifudin Dimyathi (LC, MA), atau yang biasa dikenal dengan Gus Awis (Gus Awis), termasuk mereka yang mewarisi tradisi kepulauan Urama, yang digunakan di era abad pertengahan ini Tulisan arab.
Ia dilahirkan pada 7 Mei 1979 di Jombang, Jawa Timur. Ayahnya datang dari jalan ayahnya. Gus Awis adalah putra Kiai Dimyati bin Kiai Romli At-Tamimi. Kiai Romli At-Tamim adalah seorang Murshid (guru) Thoriqoh Mu’tabaroh Qodiriyyah wa Naqsyabandiyah, caranya adalah kememursyididan sampai Sulton Auliya’Shaykh Abdul Qodir Al-Jailani kepada Nabi Muhammad. Hidung Ahmad Marzuki Zahid Langitan menjangkau ke Guan Awis Tuan, dan Kiai-young yang sopan di Madrasah Ibtida ’ iyah Negeri Rejoso Jombang menyelesaikan pendidikan dasarnya (lulus tahun 1991), kemudian program khusus Madrasah Tsanawiyah Darul’Ulum Rejoso Peterongan (lulus tahun 1994); kemudian Madrasah Aliyah Negeri Agama (MAKN) Jember (lulus tahun 1997); Dengan dukungan KH Mufid Mas’ud, ia belajar dan mengingat Alquran di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Ngaglik di Sleman Yogyakarta sampai 1998.
Setelah lulus dari MAKN, ia melanjutkan untuk belajar gelar sarjana di Universitas Al Azhar di Mesir dan mengajar di Sekolah Al-Qur’an Interpretasi dan Sains di Usululuddin dari 1998-2002.