Atur ulang bank yang sakit dan jangan gunakan Bank Himalaya untuk mendistribusikan uang tunai

Pak Misbakhun, Anggota Panitia DPR RI ke-11

Jakarta, TRIBUNNEWS.COM-Selama ini pimpinan Panitia DPR RI ke-11 dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) selama ini berupaya menghindari moral hazard dan benturan kepentingan. Minat dalam pekerjaan penyelamatan industri perbankan.

Nyatanya, usulan penggunaan bank milik Himalaya justru memungkinkan bantuan likuiditas digunakan untuk program penyelamatan ekonomi yang lebih cacat. Prinsip merugikan akan menimbulkan konflik kepentingan.

Bagaimana bank umum mempertimbangkan kebutuhan likuiditas bank lain dan mendukung restrukturisasi kredit macet bank lain? Merestrukturisasi kredit pelanggannya.

Baca: Menteri Tenaga Kerja dan Imigrasi mengizinkan perusahaan untuk menunda pembayaran THR, dan pekerja hampir tidak menolak untuk membayar

: Luhut: Ekonomi dengan pertumbuhan tercepat ketiga di Indonesia di Asia — -Jika bank lain bekerja sama dengan Pembentukan hubungan kredit sindikasi antara Bank Himalaya dengan bank lain akan memiliki benturan kepentingan yang kuat. Konsep ini sulit diterapkan.

Baca: Sriwijaya Air akan kembali ke pesawat mulai 13 Mei 2020, khusus untuk Air China.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya ide atau ide baru di antara anggota KSSK merupakan solusi untuk membantu sektor entitas tumbuh kembali.

Ini adalah bagian dari rencana penyelamatan sektor keuangan dan perbankan. — Adanya link credit dan bantuan kredit baru dalam rantai penyelamatan sektor fisik melalui relaksasi dan restrukturisasi, sehingga sektor fisik dapat pulih pasca pandemi Covid-19. -Mengatakan bahwa penyelamatan dan pemulihan ekonomi hendaknya tidak membuat sistem perbankan bermasalah karena rencana pemulihan tersebut tidak diidealkan dan dipaksakan menjadi kompromi antar anggota KSSK yang tetap mempertahankan hegemoni institusionalnya yang berpusat pada diri sendiri.

Hasil Rapat Komite X dengan KSSK pada 6 Mei 2020 mencapai kesimpulan yang jelas. Implementasi harus dinegosiasikan dengan Komite Kesebelas.

* Artikel ini merupakan pendapat pribadi, penulis juga Wakil Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan Fraksi Golkar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *